Senin, 28 Desember 2015

Movie Review : Sunshine Becomes You

Libur natal kemarin, saya dan mas pacar menyempatkan diri untuk nonton filmnya Nabilah JKT48 yang judulnya Sunshine Becomes You. Sebelum nonton, saya berulangkali tanya sama mas pacar bener apa enggak dia mau nonton film model beginian karena selera mas pacar biasanya Iron Man, atau 007 dan teman-temannya lah. Tapi, beruntunglah saya punya mas pacar yang baik hati, penyabar dan penyayang, dia mau nemenin saya nonton film ini meskipun sebenernya ada film-film lain yang worth it untuk ditonton dan sesuai seleranya dia, Starwars misalnya.


Wonder why they didn't use brighter/shinier tone in the poster while the title is about Sunshine, not about gloomy season

So, here it is, review dari film Sunshine Becomes You yang kemarin saya tonton:

Kalau ditanya apa yang menarik saya untuk nonton film ini, pertama adalah karena novelnya. Seperti novel-novelnya Ilana Tan yang lain, novel ini juga beautifully written. Memang novel ini terkesan tidak segreget novel-novel Ilana Tan sebelumnya yang tentang musim-musiman itu. Novel Ilana Tan selalu mengingatkan saya sama tulisan-tulisan penulis handal dari dunia fanfiction Korea. Saya dan temen saya, Sasa, yang tulisannya bagus itu, curiga kalau Ilana Tan ini sebenarnya penulis fanfiction juga. Apalagi kalau baca karyanya yang Summer in Seoul. 


Let's start with the pros :

Jalan cerita film ini benar-benar menggambarkan apa yang ditulis Ilana Tan di novelnya. Bagian-bagiannya hampir nggak ada yang dipotong. Kalau ingat film Harry Potter, di film itu banyak adegan yang dipotong/atau di ubah dari novel aslinya dengan alasan durasi sehingga beberapa penggemar novelnya kecewa. Tapi di film Sunshine Becomes You ini, semuanya terangkum dengan lengkap. Saya memang ngerasa kalau di film ini proses jatuh cinta antara Mia dan Alex ini terlalu cepat, tapi saya ngga menyalahkan filmnya telak-telak karena di novelnya pun begitu.

Dulu, saya denger rumah produksinya menggembar-gemborkan kalau syuting filmnya akan dilakukan sebagian besar di luar negeri, yang akhirnya, menurut sumber dari twitter penggemarnya Ilana Tan, hal itu nggak jadi dilakukan. Katanya sih, syutingnya banyak dilakukan di Indonesia. It can be understood, saya pikir. Kalau semua syutingnya dilakukan di US, pasti bakal mahal banget kan budgetnya? Tapi, saya salut dengan rumah produksi yang bisa menciptakan perbedaan suasana syuting di Indonesia sama di US yang transisi nya hampir ngga keliatan. Saya bahkan ngga bisa nebak mana aja adegan-adegan yang syutingnya di Indonesia, mana yang di US. Mungkin, adegan-adegan indoor kebanyakan dilakukan di Indonesia ya, tapi beneran, transisi perbedaan tempat lokasi syutingnya ngga keliatan. Cuma ada satu tempat aja, yang kebetulan saya sama mas pacar pernah datang kesana, jadi saya tau kalau itu lokasinya di Indonesia. 



Akting peman-pemainnya juga bikin saya cukup impressed. Kalau ditanya karakter mana yang paling saya suka, saya paling suka Ray Hirano. Bukan saja karena Boy William, pemeran Ray Hirano, bisa membawakan Ray mirip dengan Ray yang di novel ; anggota B-Boy, kekanakan, tipe laki-laki yang sangat menikmati hidup, Pas banget kalau Boy William yang membawakan tokoh Ray Hirano. Sementara Junot, aktingnya nggak perlu diragukan. Dia udah sering wara wiri di layar lebar sehingga aktingnya sebagai cowok yang dingin dan jutek, Alex Hirano, ngga usah dipertanyakan lagi. Kalau ditanya apa kekurangannya, ya menurut saya Junot ini kurang oriental aja wajahnya hehe, karena Alex Hirano kan keturunan Jepang, bukan keturunan Arab..

Saya juga suka dengan penampilan pemain-pemain pendukungnya, misalnya karakter Lucy yang sangat American, Carl yang sesuai bayangan saya, sampai-sampai orang tua Mia dan Alex yang meskipun mereka bukan aktor atau aktris kawakan, aktingnya nggak weird. 

Nabilah JKT48 juga harus diapresiasi aktingnya disini. Mengingat dia sebenarnya basicnya bukan aktris, tapi penyanyi. Di awal, memang dia keliatan kaku, tapi masuk di adegan akhir-akhir, yang pas Mia nya ketahuan sakit, itu aktingnya Nabilah keren banget. Meskipun aktingnya belum benar-benar sempurna, tapi we can see that she did her best. Kritik untuk Nabilah mungkin ada di bagian selanjutnya. Tapi menurut saya, kalau Nabilah mau meneruskan kariernya sebagai aktris film, saya pikir dia harus banyak-banyak berlatih pengucapan (pronounciation) dialog. Selain karena Nabilah cedal, tipe suara Nabilah juga bikin beberapa dialog ada yang kata-katanya kurang jelas. 

Waktu saya baca novelnya Ilana Tan, saya selalu mikir, kalau novelnya diadaptasi jadi film, nanti dialognya gimana ya? Ilana Tan selalu menggunakan setting cerita di luar negeri. Memang tokoh-tokohnya selalu ada yang memiliki darah Indonesia. Di film ini, pertanyaan saya kejawab. Ada beberapa dialog yang pakai bahasa Indonesia, ada pula yang pakai bahasa Inggris. Tergantung tokoh-tokoh mana aja yang sedang ngobrol. Dialog-dialog campuran antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia nya pun nggak aneh dan nggak terkesan kebule-bulean. Bahasa Inggris tokoh-tokohnya juga bagus. Mungkin satu keuntungan buat Nabilah yang cedal ya. 

So now, here's the cons:



Hal pertama yang menjadi nilai yang kurang oke buat film ini adalah style nya Nabilah. Ini mungkin bukan kesalahan Nabilah mutlak sih, karena kemungkinan kan Nabilah hanya mengenakan pakaian yang disuruh sama penata gaya. Saya kurang setuju dengan Nabilah yang didandani ala Korean style, seperti collar dress, brukat, kain tulle dan svarovski-svarovskian. Menurut saya, sebagai Mia Clark, yang menghabisan sebagian besar umurnya di Amerika, gaya berpakaian dia seharusnya lebih American. Apalagi, baik di novel atau di filmnya, nggak distated kalau Mia Clark itu penggemar kebudayaan Korea/Asia. Saya lebih setuju kalau Mia Clark menggunakan baju-baju seperti celana dan kaos. Atau ditambah jaket atau parka. Style korea-koreaan ini juga kurang pas dengan karakter Mia Clark yang cuek, simpel, santai, dewasa, dan cukup berhati-hati. Mia juga banyak pakai dress yang menurut saya kurang masuk logika, karena dia mau beres-beres rumahnya Alex, tapi bajunya kayak mau kondangan.. Mungkin ada baiknya kalau penata gaya menggunakan baju-baju fashion street brand nya Amerika. Kalau dari novelnya sih, Mia Clark bukan tipe orang yang demen pakai warna-warna cerah seperti biru toska, pink magenta, atau leather skirt begitu soalnya,

Korean style nya Mia Clark

Selain baju-baju Nabilah yang seharusnya dibikin santai, ada satu baju yang menurut saya bener-bener nggak cocok. Yaitu baju yang dipakai Nabilah ke pestanya Dee Black. Gaun hitam berbahan brukat dan tulle penuh dengan swarovski-swarovskian yang mana malah jadi kelihatan sedikit, ehem, norak. Apalagi dengan dandanan Nabilah yang sedikit tebal, membuat kesan Mia Clark yang terlalu berat kalau menurut saya. 

Baju yang menurut saya agak 'too much', apalagi dengan hiasan rambut yang seperti itu

Ada yang menarik, menurut saya. Dilihat-lihat, gayanya Nabilah (bukan Mia Clark) di luar syuting beberapa malah kelihatan lebih 'Mia Clark' daripada gaya berpakaian saat dia syuting. 

Mungkin ini gaya yang lebih Mia Clark(?)


Adegan yang cukup cheesy, yah, satu bioskop ketawa waktu lihat adegan gimana Mia Clark nabrak Alex pas jatuh dari tangga. Serius, adegan jatohnya konyol banget.  

Di awal, saya bilang tentang akting Nabilah yang wajib di apresiasi. Tapi, bukan berarti aktingnya Nabilah sempurna. Beberapa hal yang saya notice adalah, waktu Nabilah ngomong, dia selalu senyum. Kadang, senyumnya itu suka nggak pas. Memang, karakternya Mia Clark itu radiant, bersinar seperti matahari, tapi bukan berarti Mia Clark itu selalu memberikan senyum tiap di akhir dialog. Namun, ketika film sudah memasuki bagian Mia Clarknya sakit, kebiasaan memberikan senyum di akhir kalimat itu hilang (karena adegannya pun adegan sedih kali ya) dan disitu aktingnya Nabilah malah kelihatan lebih bagus. Singkatnya, Nabilah masih harus banyak belajar tentang macam-macam ekspresi. 

Ada pula beberapa momen yang terasa blank. Misalnya ketika Mia dan Alex ada di dalam mobil, nunggu lampu merah berganti hijau. Mereka ga ngomong apa-apa, tapi kelihatan awkward banget jadinya. Kemudian, saya coba bandingin dengan adegan tanpa dialog antara Alex dan Ray yang saya rasa ngga se-blank adegan Mia dan Alex. 

Oya, saya pikir juga Sunshine Becomes You mungkin butuh seorang dancer untuk jadi stunt nya Mia Clark. Well, Nabilah can dance, but Mia Clark is more than a usual dancer. She's one of the top 5 dancers in the world. Ada baiknya kalau stunt dipakai di beberapa gerakan untuk menimbulkan kalau Mia itu bener-bener dancer yang stunning. Sempat ngobrol sama mas pacar, mungkin nyari stunt untuk menggantikan Nabilah menari agak susah juga. Kenapa? Karena badan Nabilah yang bukan badan penari. Nabilah tampak 'terlalu besar' di beberapa bagian, seperti buah pir kalau dilihat dari belakang, dan bagian penata gayanya mungkin kurang berinisatif untuk mengakali badannya Nabilah itu. Kenapa saya bisa tahu bentuk badannya Nabilah? Karena di beberapa adegan, Nabilah memakai leotard berikut tights (sejenis baju senam untuk menari) yang membentuk badannya banget. 

Gambar dicomot dari twitternya Hitmaker Studios.


Mungkin film ini butuh pengambilan scene dari angle dan jarak yang bervariasi kali ya. Agak jengah juga melihat hampir dikeseluruhan film, scene diambil dalam keadaan close up. 

Terakhir, saya juga menemukan sebuah serba salah momen. Sepanjang film, saya gatel mau mengkritik kalau dandanannya Nabilah terlalu tebal, kayak tante-tante jatohnya. Tapi waktu adegan Mia nya sakit, disitu dandanannya tidak semenor sebelumnya. Tapi karena dandanannya kurang menor, Nabilah jadi kelihatan banget anak-anaknya. Selain karena wajah dia yang imut dan pipi yang menggemaskan ya. Nah, saat Nabilah kelihatan anak-anaknya itulah, momen Mia-Alex yang seharusnya jadi adegan romance yang dewasa, malah jadi kelihatan adegan kakak dan adiknya. Balik lagi sih mungkin, Nabilah itu bukan saja wajahnya imut, tapi juga imej yang dibuat oleh manajemennya di JKT48, atau bahkan oleh Nabilahnya sendiri adalah imej adik kecil sehingga kurang masuk sama karakter Mia Clark yang dewasa. Mungkin, kalau Nabilah punya basic akting yang cukup kuat, pengalaman yang memadai, yang bikin akting yang sangat-sangat mumpuni dia bisa mengcover imej anak kecil itu. Tapi ya, saya rasa Nabilah belum sampai tahap itu. Dan somehow, in yang bikin chemistry antara dua pasangan utama di film ini kurang dapet. Saya merasa kurang menikmati proses jatuh cinta nya Alex pada Mia. Menurut saya, romance yang bagus adalah yang bisa membuat penikmatnya merasakan jatuh cinta juga, atau paling tidak, mengerti alasan kenapa dua orang itu saling mencintai. Dan keduanya, ngga saya temukan di film ini. Tapi ya, memang saya rasa cukup jarang film yang bisa berhasil sampai tahap itu sih. 



Iya, saya tahu kritik untuk film ini banyak di bagian Nabilahnya. Tapi saya bukan haternya Nabilah. Nabilah malah salah satu anggota JKT48 yang saya suka (karena dulu waktu magang, sempet diajakin photoshoot bareng anggota JKT48, dan Nabilah ini salah satu yang paliiiing ramah karena dia yang nyapa saya duluan, padahal saya bukan siapa-siapa disitu). Mengkritik memang gampang, bikin filmnya yang susah. Film ini layak untuk diapreasiasi. Saya memberikan nilai 7,5/10 untuk film ini. 

3 komentar:

  1. Saya sudah nonton.
    Dan setuju dengan review ini. Terutama pada dandanan serta penampilan Nabilah yang memerankan Mia Clark.:D

    BalasHapus
  2. setuju banget dengan reviewnya.. nilai 10 deh buat yang nulis... ^_^
    _noer.kendari_

    BalasHapus
  3. exactly what I'm thinking and I haven't seen the movie yet, kalau misalnya Nabilah diganti jadi aktris lain yang lebih dewasa dan lebih jago akting mungkin akan lebih dapet feelnya, kalau persoalan nari bisa dilatih dan bisa pakai stunt. Sementara agar film bisa dinikmati penonton, akting aktris/aktornya harus pas, bagaimana cara dia membawakan karakter tersebut dan membuat chemistry diantara mereka. Lagipula wajah Nabilah masih terlalu anak-anak untuk disandingkan dengan Herjunot Ali, sehingga banyak scene yang make up nya sengaja di tebal tebalkan agar terlihat tua tapi terkesan maksa. Saya dengar stylistnya Nabilah orang Amerika yang belum profesional, seharusnya pakai stylist Indonesia yang sudah profesional dan bisa mengerti novel nya saja, sang sutradara harusnya bisa lebih mengerti karakteristik Mia Clark.

    BalasHapus