Senin, 29 Juni 2015

Book Review : Norwegian Wood by Haruki Murakami

Beberapa hari yang lalu, saya baru saja menamatkan salah satu buku yang sudah jadi wishlist bacaan saya sejak lama. Judulnya Norwegian Wood. Penulisnya, Haruki Murakami. 
Seperti yang saya bilang sebelumnya, ini adalah kali pertama saya baca bukunya Murakami. Awalnya saya cuma dengar-dengar saja tentang nama besar Murakami sebagai novelis Jepang yang karyanya sudah dinikmati di seluruh dunia. Oh iya, saya juga sempat dengar tentang Murakami, sebagai penulis Jepang, dengan setting novel yang rata-rata di Jepang, tapi seringkali mengangkat isu yang kebarat-baratan.

Saya langsung jatuh cinta sama Norwegian Wood!






Saya suka sekali dengan gaya penulisannya Murakami yang menjelaskan every detail of the scene. Mulai dari cuaca, baju yang dipakai, bahkan hal-hal kecil tentang kebiasan tokohnya, misalnya kebiasan tentang menyisir rambut dengan tangan.

Oh iya, sebaiknya cerita sedikit dulu tentang Norwegian Wood nya sendiri ya.

Norwegian Wood, terinspirasi dari lagunya The Beatles dengan judul sama, merupakan lagu yang amat disukai oleh Naoko. Salah satu tokoh yang paling penting di cerita ini. Novel ini diceritakan dari sudut pandang orang pertama pelaku utama, yaitu Toru Watanabe. 

Saya pikir nggak ada yang terlalu spesial dari Toru Watanabe ini. Dia tipikal laki-laki biasa, nggak banyak bicara, serius, tapi ya nggak cool-cool banget. Murakami pun nggak menstate kalau Watanabe ini secara fisik ganteng atau enggak. Tapi karena saya udah kepalang nonton filmnya dan karakter Watanabe ini yang main adalah Kenichi Matsuyama, ya, boleh dibilang Watanabe ini secara fisik cukup atraktif deh. 

Di umurnya yang ke 17 tahun, Watanabe ditinggal bunuh diri oleh sahabat terbaiknya, Kizuki. Kizuki bunuh diri dengan menghirup gas monoksida di garasi rumahnya, di dalam mobil. Kizuki ini nggak meninggalkan surat apa-apa. Bahkan sampai akhir novel pun, pembaca cuma bisa menebak-nebak alasan Kizuki bunuh diri. Yang paling terpengaruh sama kematian Kizuki ini, tentu saja Watanabe, dan Naoko, pacar Kizuki. Kizuki dan Naoko pacaran udah lama banget, orang bilang mereka udah pacaran sejak lahir karena jarak rumah mereka juga dekat. Naoko juga nggak tahu alasan kenapa Kizuki bunuh diri. Sepeninggal Kizuki, Watanabe kuliah di Keio, Tokyo.

Suatu hari, mereka Watanabe dan Naoko ketemu. Mereka pun semakin lama, semakin dekat. Watanabe mulai jatuh cinta sama Naoko, dan Naoko pun punya perasaan yang sama. Di hari ulang tahun Naoko yang ke-20, untuk pertama kalinya, the slept together. At that time, Watanabe realized that Naoko is a virgin. Watanabe kemudian bertanya tentang alasan kenapa Naoko masih virgin padahal dia udah lama pacaran sama Kizuki, yang malah bikin Naoko nangis.

Besoknya, Naoko menghilang. Tanpa surat. Watanabe coba nyari Naoko tapi Naoko nggak pernah ditemukan. Kemudian, datang Midori. Midori ini digambarkan sebagai perempuan yang cantik, berambut pendek, nyentrik, ceria. Rasanya, semua kepribadian yang nggak ada di Naoko, ada di Midori. Disini saya kagum sekali sama gimana Murakami bisa mengubah suasana tergantung siapa tokoh yang muncul. Waktu tokoh Naoko muncul, suasana tulisan terasa gloomy dan misterius. Sedangkan waktu tokoh Midori muncul, suasana dalam bukunya berubah menjadi ceria, seolah-olah kita bisa merasakan keceriaan Midori, cerewetnya Midori, nyentriknya Midori... 

Singkat kata, setelah Watanabe mulai move on ke Midori, surat dari Naoko datang. Naoko mengabarkan kalau dia sedang di rawat di sanatorium di pegunungan Kyoto. It turns out that this Naoko girl, has been living with a deep depression. Watanabe akhirnya datang mengunjungi Naoko, dimana dia ketemu dengan Reiko, yang juga pasien disana, yang lebih tua baik dari Naoko maupun Watanabe. Di sana, rahasia-rahasia Naoko mulai terbuka. Naoko, yang nggak pernah cerita apapun tentang dirinya, yang pintar memisahkan mana yang diceritakan dan tidak, yang selalu bisa nggak mengangkat-angkat Kizuki dalam ceritanya, membuka semuanya. Naoko cerita tentang kakak perempuannya yang dulu dicap sebagai kakak yang sempurna - populer, pintar, jago olahraga- bunuh diri dan Naoko adalah orang pertama yang menemukannya. Saat itu, Naoko nggak berteriak. Dia cuma ngeliatin kakaknya tergantung di dekat meja belajarnya, diam. 

Naoko juga cerita tentang gimana dia, dan Kizuki, were trying to sleep together but it never happened. It just never worked out. Di bagian ini, Murakami menjelaskan dengan amat detail peristiwana. Murakami menjelaskan how it never 'worked out', and what did Kizuki and Naoko usually do as the substitutes. Peristiwa bunuh diri nya Kizuki bikin Naoko sangat terpukul. Karena Kizuki bukan hanya sekedar pacar buat Naoko. Kizuki adalah a lifetime partner. Mereka tumbuh bersama, Kizuki tahu segalanya tentang Naoko, and so does Naoko. Tapi tiba-tiba Kizuki bunuh diri. Naoko menyalahkan dirinya karena Naoko merasa, kalau karena dia, Kizuki bunuh diri. Karena Naoko nggak pernah bisa tidur dengan Kizuki. 

Somehow, kalau diceritain disini, permasalahan Kizuki terdengar sepele. Tapi dengan bahasanya Murakami, somehow bikin saya sebagai pembaca bisa mengerti kalau... memang ada alasan sesepele itu yang bisa jadi penyebab orang bunuh diri. Saya juga berkesimpulan karena itulah Kizuki mati, karena Murakami nggak pernah cerita lebih detail tentang the dead Kizuki. 

Karena di ulang tahun ke-20 nya Naoko bisa tidur dengan Watanabe, Naoko merasa bersalah sama Kizuki. Itu yang mendorong Naoko untuk tenggelam lebih dalam dengan depresinya. Naoko juga merasa bersalah dengan Watanabe, karena merasa she should not intervened Watanabe's life with her existence. Karena tenggelam dalam deep depressionnya inilah, Naoko jadi nggak punya kepercayaan diri. Tapi Naoko minta Watanabe untuk menunggu. Sampai dia sembuh. Tapi Naoko nggak pernah sembuh, karena akhirnya, Naoko bunuh diri. Tepat ketika Watanabe mulai goyah buat milih Naoko atau Midori. Memilih masa lalu, atau masa depannya. 

Jujur, saya suka banget sama gaya penulisan Murakami yang detil sehingga pembaca bisa membayangkan setiap detil dari yang dilihat dan dirasakan Watanabe sebagai tokoh utama. Murakami juga bisa mengubah suasana halaman demi halaman tergantung siapa tokoh yang muncul. Saya nggak suka dengan Naoko, and I don't know why. Saya ngerasa kalau Naoko... seperti jenis tokoh yang diam tapi mengancam. Saya lebih suka Midori yang ceria. 

Tapi yang ajaibnya adalah, saya jatuh cinta dengan cinta Watanabe untuk Naoko. Sangat unconditional. Meskipun Naoko masih tenggelam dengan depresi beratnya.

Pembaca juga dibikin bertanya-tanya dan menyimpulkan sendiri mengenai apa Naoko juga cinta sama Watanabe atau enggak. Murakami, dari sudut pandang Watanabe, menulis kalimat "she never loved me". Tapi seiring dengan berjalannya cerita, saya mikir, masa sih Naoko nggak cinta sama Watanabe? Tapi ya masuk akal juga, mungkin pengaruh Kizuki lebih dalam daripada yang kita kira sehingga sebenarnya Naoko nggak pernah menaruh perasaan untuk Watanabe. Kalau sebenarnya, Naoko sendiri juga bingung kenapa dia bisa tidur dengan Watanabe, dan nggak dengan Kizuki. Meskipun Naoko dan Watanabe tidur hanya sekali. They tried afterwards, but it never worked out. Sama seperti dulu Naoko dan Kizuki. 

Sedangkan dari sudut pandang Watanabe sendiri, di tulisan itu Watanabe nggak men-state kalau dia cinta sama Naoko. Yang saya tangkep, Watanabe hanya nggak bisa lepas dari Naoko, dan itu belum tentu cinta. Lewat Naoko, Watanabe bisa merasakan presence dari Kizuki, sahabatnya. Dan kalaupun dulu Ia mati-matian mencari Naoko, itu hanya karena perasaan bersalah, penasaran, dan bingung saja. Bisa bersalah karena dia sudah meniduri pacar temen terbaiknya meskipun sudah meninggal dan dia harus bertanggung jawab, bisa juga merasa bersalah karena he took her virginity, dan bisa juga karena pertanyaan-pertanyaan lain yang bisa pembaca simpulkan sendiri. Perasaan itu bercampur jadi satu sehingga Watanabe merasa entangled dengan Naoko. Meskipun Watanabe mendeskripsikan perasaannya sebagai cinta, tapi menurut saya itu lebih kompleks dari cinta. Dari sudut pandang Watanabe, mungkin lebih mudah menjelaskannya sebagai perasaan cinta. 

Salah satu kekuatan dari buku Norwegian Wood ini adalah bisa bikin pembaca menerka-nerka, menyimpulkan sendiri, rahasia dibalik tokoh-tokohnya. Di novel-novel umum, biasanya pembahasan masa lalu yang traumatik pasti jadi twist yang bakal digali mati-matian. Sebagai pembaca memang menyenangkan rasanya untuk mengetahui adanya trauma dibalik tokoh-tokohnya. Trauma-trauma itu somehow bikin tokoh dalam novel jadi terlihat fragile, kemudian kita menaruh simpati. Tapi Murakami ini nggak. Murakami hanya memberikan hint hint saja, biar pembaca sendiri yang menyimpulkan. Apa alasan Kizuki bunuh diri, Naoko bunuh diri... 

Saya nggak suka Naoko. Saya nggak suka dengan keberadaan Naoko di novel ini, meskipun dia tokoh yang vital. Tapi saya suka banget sama caranya Watanabe 'mencintai' Naoko. Sementara Midori, saya suka Midori. Tapi perasaan Watanabe ke Midori tampaknya kurang begitu digali. Midori adalah satu-satunya tokoh yang 'jelas' di novel ini, kalau menurut saya. Yang jelas, Norwegian Wood ini bikin saya kepengen baca novel-novelnya Haruki Murakami. Kecuali Sputnik Sweetheart. Hehe. 

Oiya, kenapa novel ini dijudulkan Norwegian Wood? Norwegian Wood ini adalah lagu kesukaan Naoko. Katanya Murakami terinspirasi dari lagu itu. Dan karakter Naoko sepertinya memang muncul dari lagu itu. Scene yang menggambarkan lagu ini sepertinya ditulis Murakami saat ulang tahun Naoko yang ke-20. 

I once had a girl, or should I say, she once had me
She showed me her room, isn't it good, Norwegian wood?

She asked me to stay and she told me to sit anywhere
So I looked around and I noticed there wasn't a chair
I sat on the rug, biding my time, drinking her wine

We talked until two, and then she said, "It's time for bed"
She told me she worked in the morning and started to laugh
I told her I didn't and crawled off to sleep in the bath

And when I awoke I was alone, this bird has flown
So I lit a fire, isn't it good, Norwegian wood?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar