Sabtu, 16 Agustus 2014

Meanwhile on the Train

There's a lot of things, like, 'lots' on the last few months of my life. 

I've been started my internship since about two weeks ago, in an advertising company that I enjoy very much. Perusahaan Jepang, perusahaan yang besar, perusahan yang sudah saya incar dari dulu. Saya kira, dua bulan magang bakal jadi hal yang membosankan. Cerita-cerita temen tentang di tempat magang yang kerjaannya cuma lomba 'lama-lamaan' di kantor, fortunatelly, nggak terjadi sama saya. Saya memang baru magang dua minggu, tapi saya dapat pengalaman yang nggak terhingga. Now I understand why the internship experience will be really, like really beneficial if I go to work later. 

Saya bukan cuma merasakan senangnya bisa berkontribusi untuk satu perusahaan, bertukar pikiran sama supervisor saya yang masih muda tapi berwawasan luas, gimana 'bangganya' waktu supervisor bilang "Untung kamu ngasih tau.." or things like that. Hal-hal seperti itu kayaknya nggak ada kata-kata yang cukup untuk menggambarkannya. That was kind of feeling that if you haven't experienced it, you will never know. Or the time when I got my first paycheck, I was very very happy. Setelah berhari-hari berdesak-desakan sama orang-orang di kereta, bingung sama hingar-bingar ibu kota, mendapat gaji dari hasil keringat sendiri rasanya nggak bisa digambarkan dengan kata-kata. Jumlahnya memang nggak besar. Tapi uang itu, bertahan beberapa minggu di dompet saya. Masih dalam posisi ter-hekter dengan baik. Sayapun lama menimbang-nimbang untuk apa uang itu mau saya pake. Beli sepatu.... beli baju... atau beli apa ya? But I ended up giving the money to my parent. A friend of mine, who is really really wise, was giving me such a wonderful advice. Gaji pertama, bukan hal yang bakal saya dapatkan setiap bulannya kan? Sepatu, baju, atau hal-hal yang saya pengen beli bisa menunggu. Tapi saya pengen gaji pertama ini jadi spesial.

Pengalaman ini, bukan saja memberikan saya pelajaran di tempat kerja. Bukan hanya tentang bekerja sesuai jadwal, bekerja on-time, bekerja efektif, atau bekerja secara kreatif. Bahkan ketika saya buka mata pagi hari, memikirkan kalau pagi itu saya harus berangkat kerja, saat-saat yang bermakna itu dimulai.

Saya belajar untuk bangun pagi (Akhirnya!!!!), karena kalau saya berangkat siang, saya nggak bakal dapat tempat duduk di kereta. Artinya, saya harus berdiri sekitar satu setengah sampai dua jam, jarak dari Bogor ke stasiun Sudirman. Saya berusaha untuk nggak tidur malam kecuali weekend, supaya saya bisa bangun dengan badan segar. Satu hari, saya pernah bangun nggak terlalu pagi, akhirnya daripada berdiri saya memilih buat menunggu di kereta selanjutnya, yang berangkat dengan waktu cukup lama. Saya duduk di priority seat (ternyata, saya belum tergolong pagi juga untuk kereta pemberangkatan selanjutnya). Tapi, saya liat ada bapak-bapak yang duduk di priority seat, jadi saya duduklah disana.

Kira-kira beberapa detik sebelum keretanya berangkat, saya udah mulai ngantuk-ngantuk. Tiba-tiba penjaga kereta nyolek saya, ternyata ada ibu hamil. Saya disuruh bangun dan ngasih bangku saya. Sedikit kesal, berangkat aja belum, udah di suruh berdiri. Belum lagi, kenapa penjaga itu nggak ngebangunin bapak-bapak yang di sebelah saya? I know he was pretending to sleep at that time. 

Dengan perasaan keki dan nggak ikhlas, saya memberikan bangku saya. I keep starring at the bapak-bapak yang pura-pura tidur itu, berharap pandangan saya bisa bangunin dia. Beberapa kali, saya juga memandang sinis si penjaga gerbong. Memberikan isyarat sama si bapak. Tapi ya nggak di gubris. Ternyata, keretanya mogok di stasiun Bojong. Semua penumpang harus keluar. Waktu itu, entah kenapa ada perasaan senang gitu. Artinya, si bapak-bapak, si ibu hamil, harus turun bareng saya. Jahat ya? Tapi nggak tahu, waktu itu terpikir begitu saja. Jadi meskipun saya naik kereta selanjutnya dan saya pun berdiri, saya ngerasa jauh lebih ikhlas. 

Kejadian ini kemudian ngingetin saya sama cerita yang beberapa bulan yang lalu sempat ramai di sosial media, tentang cewek yang marah-marah ketika bangkunya diambil sama ibu hamil. People bullied her. Like... orang-orang yang nggak tahu dia, ikut-ikutan ngutuk cewek di sosial media. I was one of them, back then. Saya juga ikut mengutuk, ikut menyipitkan mata sama kata-kata cewek itu. Ketika itu, saya bukan pengguna rutin kereta. Jadi saya, sebetulnya nggak tahu apa-apa tentang berdiri di kereta. Nggak tahu apa-apa tentang giving seat to pregnant woman. 

Saya jadi penasaran, dalam kejadian itu, bangku mana yang diambil ibu-ibu hamil ? Bangku prioritas kah? Atau bangku non prioritas? kalau itu bangku prioritas, ya wajar kalau cewek itu marah. Kan ibu hamil udah disediakan tempatnya di tempat prioritas. Kalau ternyata itu bangku prioritas, the pregnant women only take her right to be seated in the priority seat. Terus, disekitar situ, adakah laki-laki yang sehat, yang nggak mau memberikan bangkunya? Kadang-kadang suka keki sih, liat cowok, masih kelihatan muda dan sehat, tapi pura-pura tidur waktu ada orang hamil yang lewat. Yang ketiga, gimana cara ibu hamil itu meminta bangkunya? Karena satu kali, saya pernah ketemu sama ibu hamil, yang meminta bangkunya dengan cara yang menurut saya agak kurang sopan. Sebenarnya saat itu saya memang sudah mau berdiri, karena tas saya berat, saya lagi siap-siap untuk berdiri. Tapi si ibu hamil itu malah memandang saya tajam, mengusir saya dengan mengibaskan tangannya, kayak ngusir kucing. Gimana nggak keki kalau digituin? Saya jadi penasaran, dalam kasus cewek yang dibully itu, gimana ya, cara si wanita hamil itu minta bangkunya?

Kemudian saya cerita sama ayah saya, ayah saya menambahkan satu poin yang menurut saya bagus. Jangan karena kita merasa kita diprioritaskan, kita bergantung sama prioritas itu. Ada baiknya, kalau bisa, berangkat lebih pagi untuk dapat bangku. Atau, naik kereta selanjutnya. Kalau nggak bisa pake dua option itu, ya baru kita pakai hak kita sebagai orang yang di prioritaskan. Teman saya bilang. The only person that you can depend on is yourself - kita cuma bisa bergantung sama diri kita sendiri. Don't expect for the priority. 

Kemudian saya belajar untuk jadi lebih sabar. Kalau saya nggak dapat bangku, ya sudah, saya harus berdiri. Meskipun ada cowok-cowok sehat di depan saya yang pura-pura tidur. Kita nggak pernah tahu apa yang terjadi sama mereka sebelumnya kan? Bisa aja, cowok itu adalah pekerja konstruksi bangunan yang udah nggak tidur dua malam. Atau, bisa aja cowok itu habis dimarahin habis-habisan sama bosnya. Jadi, meskipun saya perempuan, saya nggak bisa berharap sama cowok-cowok itu untuk bangun. Bahkan temen saya Sasha pun bilang, even when we feel very ill, ketika kita benar-benar sakit, lebih baik untuk kita turun dari kereta itu. Mengambil udara segar, dan naik kereta selanjutnya, daripada meminta bangku sama orang di hadapan kita. Kalau kita nggak suka bangku kita diminta, jadi, jangan minta bangku orang lain. 

Memberikan kursi sama ibu hamil, sama orang tua, adalah sebuah manner.Norma.  Tapi, bukan berarti orang sehat yang nggak memberikan bangku itu orang-orang yang nggak punya manner. We don't know what they have been through that day. Realitas itu, beda sama kertas ujian. Di buku, pilihan "memberikan bangku untuk orang tua dan ibu hamil" adalah jawab yang dibenarkan. Tapi kenyataannya, nggak semudah itu. Cewek yang dibully masal lewat media karena status path nya yang marah-marah sama ibu hamil itu mungkin hanya jadi orang yang kurang beruntung. Kurang beruntung karena dia men-share statusnya di waktu dan tempat yang salah. Kurang beruntung karena ternyata ada teman Path nya, yang mencapture dan membesar-besarkan ini ke media masa.  Jadi dari perjalanan kereta ini, saya belajar untuk tidak men-judge orang. Tidak menjudge orang yang nggak memberikan bangku. Tidak menjudge perempuan yang marah-marah di akun sosial medianya karena dia harus memberikan bangkunya buat orang hamil. Because we don't know what they have been through. 

Ada banyak lagi yang saya pelajari beberapa minggu belakangan. Kapan-kapan saya cerita lagi. 
Nighty night, universe!


3 komentar:

  1. wah pasti dentsu nih hehew

    BalasHapus
  2. Hallo ka.. Ada email yg bsa dihubungi? Atau social media.. Saya mau ask sesuatu nih.. Thankyou!♥ before :)
    Klo boleh ini id line saya saaputri
    Email saya putriv90@yahoo.com saya coba email kaka yg tercantum disini tpudh ga bsa... Thks

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo
      email ke adisti.nurul@yahoo.com aja ya ^^

      Hapus