Minggu, 25 Mei 2014

For the Biggest Beatles Fans Whom I Have Ever Known

Ayah saya adalah seorang penggemar the Beatles. Die hard fans, istilahnya. Entah ada berapa puluh kaset yang berjejer rapi tanpa debu di rumah kami. Awalnya saya sempat heran kenapa ayah mau beli kaset yang sebegitu banyak. Bukan karena menurut ibu beli kaset itu buang-buang uang (dan tempat, because she had more plates to put!) tapi pada saat itu, tidak ada radio, tape atau barang-barang sejenis buat memutar kaset di rumah. Buat pajangan, barangkali?

  “Namanya juga ngefans.”

Butuh waktu sampai saya sedikit lebih besar sampai saya mengerti kalimat ini. Ngefans. Case closed.


Ayah adalah orang yang bikin saya fasih berkata-kata dalam bahasa Inggris meskipun saat itu, boro-boro tau artinya, bisa baca saja belum! Bagaimana tidak, setiap pagi di hari Sabtu, Minggu dan hari libur, ayah saya menyetel CD Beatles dengan volume yang cukup bikin saya terpaksa bangun. Waktu saya bangun, ayah menyuruh saya duduk di sampingnya, ikut mendengarkan, nggak peduli betapa bosannya saya baik dengan lagu, maupun dengan cerita me-and-the beatles yang diulang-ulang sampai saya hafal. Saya masih ingat, waktu itu saya kelas satu SD, umur saya kira-kira tujuh tahun beranjak delapan, ketika saya menanyakan sama ayah saya, kenapa ‘Beatles’ dibaca ‘bitels’ bukannya ‘be-at-les’. Dengan mata tak lepas dari layar televisi yang menayangkan bagaimana hebohnya cewek-cewek Inggris mengejar keempat pemuda dari Liverpool itu, ayah saya berujar. “Itu namanya bahasa Inggris, cara ngomongnya beda sama orang Indonesia.”

Saat itu adalah pengetahuan saya cuma sebatas Indonesia dan pulau Jawa. Dan ttu adalah pertama kalinya, saya mendengar ‘Inggris’ sebagai sebuah nama.

I am a forever daddy’s girl. Bagaimanapun, ayah adalah panutan saya nomor satu. Saking ngefans nya sama ayah sendiri, waktu kecil, apa yang ayah suka, saya juga suka. Apa ayah yang nggak suka, saya juga ikut-ikutan nggak suka. Karena ayah suka Beatles, saya ikut suka Beatles. Karena ayah suka tim bola Liverpool, saya juga ikut jadi supporter Liverpool. Ayah sebal sama Manchester United, saya juga ikut-ikutan sebal. Sebal karena Manchester United itu udah keseringan menang, jadi nggak seru lagi! Ayah pernah menceritakan sesuatu tentang sebuah gate di Anfield stadium, namanya Shankly Gate, dimana tulisan This is Anfield tertampang besar disana. Ayah beranggapan kalau tulisan itu adalah something magic yang bikin merinding, sementara saya berpendapat kalau gerbang itu cuma keren aja. Dan saat itu, ayah bilang “That gate will be in front of us, someday!”

Saya nggak tahu apa ayah benar-benar serius dengan ucapannya. We’re kind of family that gotta think more than twice to spend money, and time, to travel. Apalagi, pergi ke Inggris nggak bisa dibilang gampang dan murah. But that words, ‘that gate will be in front of us, someday’, somehow gave me goosebumps.

 Oh ya, tahu alasan kenapa ayah membela tim sepak bola Liverpool?

Karena The Beatles berasal dari Liverpool.

Kemudian, umur saya bertambah, saya tambah besar, masuk SMA terus kuliah. Saya tidak lagi mendengarkan musik-musik Beatles bersama ayah pada hari Sabtu dan Minggu lagi. John Lennon dan Paul McCartney entah bagaimana jadi kelihatan kurang ganteng, sorry to say, Sir, but the Korean boys now rules! Saya tidak lagi menonton Premier League karena tiba-tiba hak siarnya dibeli oleh jaringan TV kabel. Lambat laun, bahkan saya mempertanyakan sendiri kenapa dulu saya bisa suka nonton 22 pemuda lari kesana kemari hanya untuk memasukkan benda berdiameter tak lebih dari 30 sentimeter itu ke dalam jaring-jaring gawang. Nggak munafik, saya juga mengalami masa-masa dimana saya nonton bola hanya karena ada beberapa pemainnya yang ganteng (Steven Gerard FTW!) Lama, sampai  tahu-tahu Peter Crouch sudah pindah ke Newcastle. Tahu-tahu Xabi Alonso sudah pindah ke Real Madrid. Tahu-tahu Dirk Kuyt sudah balik ke negara asalnya…

Bukan cuma saya yang berubah. Ayah juga. Lambat laun saya mengerti kalau bekerja itu bukan hanya tentang berangkat jam tujuh pagi dan pulang jam enam sore. Tidak selalu semulus itu. The job has stolen my daddy.  My daddy who used to be madly in love with the Beatles, my daddy who used to be a big fan of the Mereyside’s boys, my daddy who used to said that the Shankly gate will be in front of us. Ayah yang sekarang, bakal jatuh tertidur sebelum bahkan sebelum babak pertama pertandingan Liverpool versus Manchester United selesai. Dan kaset-kaset the Beatles itu, sekarang bahkan berdebu tak terurus. Kaset-kaset itu sekarang berada di pojokan kabinet, digantikan posisinya oleh koleksi piring-piring ibu yang siap dikeluarkan kalau ada tamu yang datang. 

Lama, sampai akhirnya saya lupa kalau saya pernah punya mimpi buat menginjakkan kaki ke negaranya Ratu Elizabeth itu. Dan mungkin, ayah juga lupa.

Orang Inggris pertama yang saya temui secara langsung, namanya Christopher Wolfe. Alih-alih Sir atau Mister, saya memanggilnya dengan sebutan Kyosungnim atau ‘pak dosen’ dalam bahasa Korea. Saat itu, saya berkesempatan menjadi mahasiswa yang ditukar ke Korea Selatan. Kelas yang diampu oleh Kyosungnim ini adalah kelas yang nggak pernah saya lewatkan kalau nggak terpaksa. Bukan hanya karena beliau punya pengetahuan yang luar biasa luas dan orangnya sangat inspiring.

He has strong British accent, and it takes all.

Aksen British nya memang sering kali susah ditangkap, tapi bukan berarti saya nggak menikmati kelasnya. Alih-alih taking class, saya lebih merasa kalau saya sedang menjadi figuran di film Harry Potter. Tapi Harry Potter yang ini nggak belajar sihir, tapi belajar ekonomi. Satu waktu di kelas, Kyosungnim pernah memberikan sedikit intermezzo mengenai kerajaan Inggris dimana beliau menyebut nama pangeran Harry berulang kali. Demi apapun rasanya saat itu saya ingin mengaktifkan recorder di ponsel saya untuk merekam setiap kali Kyosungnim menyebut kata “Prince Harry”!!

Bertemu dengan Kyosungnim ini membangkitkan kembali kenangan saya tentang Inggris. Kalau satu hari Shankly Gate will be in front of me, and my daddy. And the blog contest from @Misterpotato_ID had just enlightened me and answered how!


this is how!


Pergi ke Inggris, bukan hanya sekedar berfoto di depan Shankly Gates lalu menguploadnya di facebook. Atau mengambil foto di Abbey Road dengan pose menyebrang ala The Beatles di Instagram. Bukan juga hanya sekedar selfie di Trafalgar Square lalu menjadikannya Twitter’s avatar. Atau juga bukan hanya ke Buckingham Palace hanya untuk numpang check in foursquare disana. Bukannya mau sok-sokan anti-mainstream (nanti juga kalau misalkan saya kesini saya bakal foto juga disana kok) tapi, bukankah jutaan orang melakukannya?

Saya hanya berpikir kalau England is ….. simply a place that anyone should visit before they die. Besides, I have a mission that has to be executed only in England.

Video call dengan ayah, adalah hal pertama yang ingin saya lakukan ketika sampai di Inggris. Shankly gate tampaknya menjadi lokasi yang tepat untuk jadi background nya.

“Hey, Dad! Guess where am I? It’s lingering, when you said we gonna be here someday. Screw the bad things happened-as you said it will be over, don’t let the routines take you away anymore, put aside the job that occupied you nowadays. I’m here to check is everything okay and if the gate is good to be visited. Be ready, Dad. Because you too will be here with me, next time!”


Untuk mengutarakan narasi itu, saya harus betul-betul berada di depan Shankly gate, bukan?


19 komentar:

  1. baca tweet koh alex tentang entri ini, saya langsung baca.
    memang keren!

    BalasHapus
    Balasan
    1. oh ya? Koh Alex ngetweet entry ku? kapannnn ?? o__O
      anyway makasih ya!

      Hapus
    2. ada di akun yang satunya lagi, kak.
      semoga jadi pemenangnya!

      Hapus
    3. tau username akunnya nggak? hehe *penasaran!*
      iya, amiiin!! makasih yaaa ><

      Hapus
    4. ini di @aMlazing, cuma dikunci tuh akunnya.
      scroll bawah-bawah aja, kak.

      Hapus
    5. ah, iya, hehe makasih ya :D

      Hapus
  2. i hope you win and go to england :)

    BalasHapus
  3. Your dreams will be come true, sist....good luck !

    BalasHapus
  4. Gaya tulisan kamu, keren! ^^
    Good luck! Semoga bisa baca narasi itu di Inggris!

    BalasHapus
  5. bagus tulisannya kak. bacanya merinding. semoga kesampean video call-an sama ayahnya di depan Shankly gate. amiiiiin :")

    BalasHapus
    Balasan
    1. amin, makasih banyak ya udah berkunjung ^^

      Hapus
  6. bagus banget tulisannya. fix deh jadi fans nya neng adis. :D
    mudah2an bisa jadi juara ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. amiiiin :D jangan ngefans dong, aku kan bukan member jkt48 hehe

      Hapus
    2. ah iya, bener juga. pengagum aja deh. ngefans nya sama jkt48 kagumnya sama neng adist :p

      Hapus